Perkara 11 ha Kerangan ke kasasi MA, PH Ahli Waris IH : Alasan Pihak Niko Naput dan Kadiman Amat Janggal

Berita31 Views
banner 468x60

Kitabaru.com, Jakarta – Dalam pokok persolan perkara gugatan ahli waris alm.Ibrahim Hanta (IH) tanah warisan 11 ha di Kerangan Labuan Bajo, yang ditumpang tindih oleh klaim hak 40 hektare tanah kawasan Niko Naput.

Kasus ini telah dimenangkan oleh ahli waris IH di tingkat Pengadilan Negri 23 Oktober 2024 dan tingkat Banding di Pengadilan Tinggi Kupang 18 Maret 2025. Klaim hak 40 ha, yang sudah di-PPJB-kan kepada Pembeli Santosa Kadiman selaku pemilik Hotel St Regis Labuan Bajo) batal demi hukum.

banner 336x280

Tidak berhenti di situ, pihak Niko Naput maupun pembeli tanah 40 ha Santosa Kadiman (PT Mahanaim Group/Hotel St Regis) mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung 26 Maret 2025. Dari memori kasasi yang kami baca, “terdapat alasan-alasan yang menurut kami justru tidak sesuai dengan syarat pengajuan kasasi”, kata Indra Triantoro, satu tim bersama Jon Kadis, SH, dkk, serta Irjen Polisi (P) Drs. I Wayan Sukawinaya, M.Si (Ketua Tim PH), kepada media, Kamis (17/4/2025) di Jakarta.

Menurut Indra, lawan ajukan Kasasi karena tidak puas atas putusan Pengadilan Negri (PN ) dan Pengadilan Tinggi (PN).

“Kami membantahnya. Pendekatan kontra memori kami adalah sudah sependapat pertimbangan judex facti PN dan PT. Dan terkait temuan Kejagung RI serta apa yang lawan sampaikan dalam memori kasasi adalah pengulangan dari dalil di PN,” ucapnya.

Lagi pula disebut, alas hak tanah orang lain yaitu atas nama Beatrix Seran Nggebu dan lain-lainnya lagi itu. Padahal alas hak itu bukan objek sengketa., janggal dan tidak tepat alasannya.

“Saya optimis, mana mungkin Mahkamah Agung (judex juris) membatalkan putusan Judex Facti lalu memenangkan kepemilikan tanah fiktif 40 ha di Kerangan? ,” kata Indra.

Memang alasan-alasan dalam Memori Kasasi pada pokoknya adalah komplin atas kewenangan mengadili dari hakim Pengadilan Negri (PN) dan Pengadilan Tinggi(PT). Tetapi pada uraian alasan memori kasasi mereka malah masih menyoroti fakta barang bukti baik saksi maupun dokumen, hal mana justru bukan sebagai alasan pengajuan kasasi.

Karena sesuai fungsi Mahkamah Agung (MA) sebagai judex juris, ia hanya melihat apakah kewenangan PN dan PT sudah benar atau tidak kasus hukum itu, dan bila sudah benar.

“Kami dinilai apakah sudah tepat atau tidak dalam penerapan hukum pada fakta (judex facti), dan MA tidak bicara lagi tentang fakta barang bukti”, beber Indra.

Oleh karena itu, mengherankan ketika membaca alasan kasasi mereka bahwa baik hakim PN Labuan Bajo maupun PT Kupang : a) Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang; b) Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku; c) Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. Dan memohon kepada Majelis Hakim Agung untuk membatalkan Putusan Judex Facti ( di PN dan PT).

“Dan terhadap alasan ini kami telah membantahnya dalam kontra memory kasasi yang telah kami upload 16 April 2025, yang pada intinya Hakim Agung hendaknya menolak permohonan kasasi mereka. Heran ya, sudah terbukti tanah 40 ha PPJB itu fiktif, SHM diatas tanah ahli waris IH cacat yuridis dan cacat administratif, serta salah lokasi, ada hasil laporan pemeriksaan intelijen satgas mafia tanah Kejagung RI, tapi masih juga ngotot klaim hak itu ke Mahkamah Agung,” jelasnya panjang lebar.

Kami berharap, hakim MA menolak permohonan kasasi mereka. Hakim PT sudah tepat menjalankan fungsinya, sudah mempertimbangkan ke dalam putusannya tentang hasil pemeriksaan lembaga negara yang berwibawa di Negara ini yaitu Kejaksaan Agung RI, dimana SHM-SHM dI tanah 11 ha cacat yuridis, salah lokasi, salah ploting”, tutup Indra.

“Masalah tanah obyek sengketa ini erat kaitannya dengan hukum adat, karena tanah ini bagian tanah ulayat yang diterima pemilik tanah berdasarkan hukum adatnya, melalui apa yang disebut dalam masyarakat adat Manggarai “kapu manuk lele tuak” secara lisan kepada Fungsionaris Adat,” urai Indra.

Selanjutnya, sejak saat itu tanah bisa digarap dan dimiliki. Lalu kemudian barulah diberi surat keterangan bilamana untuk memenuhi persyaratan administrasi pengurusan sertifikatnya.

“Terhadap tanah yang sedang digarap itulah ditumpang tindih oleh hak tanah 40 hektare fiktif Niko Naput yang di-PPJB-kan kepada Santosa Kadiman (PT Mahanaim Group/Hotel St Regis) di Notaris Billy Ginta tahun 2014,” tukas Indra.

Dan terhadap hal itu, hakim PN dan PT (selaku Judex Facti) sudah tepat menerapkan hukumnya pada obyek tanah sengketa 11 hektare. Dan besar dugaannya, hampir pasti Mahkamah Agung (Judex Juris) menguatkan putusan Judex Facti.

“Mungkin publik awam hukum bertanya, apa sih Judex Facti dan Judex Juris itu? Judex Facti dan Judex Juris berasal dari bahasa Latin. Judex=Hakim/penilai. Facti=fakta-fakta/kejadian. Juris=hukum/Undang-Undang. Judex Facti berarti, hakim yang menentukan fakta” atau “penilai fakta”.

Fungsi ini berada pada hakim PN dan hakim PT. Sedangkan Judex Juris berarti hakim yang menentukan hukum” atau “penafsir hukum”. Fungsi dan peran ini berada di hakim Mahkamah Agung. Pusing?

“Begini deh mudahnya:Ketika kasasi, maka Hakim di Mahkamah Agung menilai hakim PN dan PT. Apakah mereka sudah tepat kewenangannya pada kasus perkara, dan bila sudah tepat, dinilai apakah mereka sudah tepat atau tidak menerapkan hukum terhadap fakta-fakta yang ada,”, kata Jon Kadis, salah satu dari 11 anggotan Tim Pengacara ahli waris IH menambahkan.

Katanya, tanah 11 ha ini diperoleh secara adat pada tahun 1973 oleh IH, dan sejak saat itu digarap sampai hari ini. Para saksi memberikan kesaksian fakta ini.

Ketika ahli waris IH mengajukan permohonan sertifikat tanah ke BPN, pada 2019, barulah dibuat Surat Keterangan Perolehan atas tanah itu oleh Kuasa Penata Tanah. Surat keterangan, sekali lagi keterangan, yang menerangkan tanah itu sudah diperoleh dan dimiliki sejak 1973. Tampaknya karena ketidakpahaman inilah maka pihak anak-anak Niko Naput dkk, masih mengajukan kasasi.

Dimana dengan alasan pada memori kasasinya yaitu, pertama ahli waris IH baru memiliki tanah 2019 dan ini bukti satu-satunya.

Padahal di surat itu jelas-jelas tertulis keterangan, sekali keterangan bahwa tanah 11 ha ini milik ahli waris IH yang diperoleh IH sejak 1973. Kedua, mereka mengabaikan bukti lain, yaitu saksi fakta yang justru sangat diperhitungkan dalam putusan hakim PN dan PT.

“Hal-hal inilah yang kami cantumkan dalam kontra memory kasasi, sehingga kuat dugaan kami bahwa permohonan kasasi mereka ditolak oleh Hakim Agung di MA, dan akan menguatkan putusan PT dan PN, akhirnya klien kami menang lagi,” tutup Jon Mantan Bagian Hukum Bank Central Asia dan Bank Arta Graha Internasional di Denpasar.

Jon dikenal sebagai turunan Tua Golo masyarakat adat Manggarai itu, yang sangat paham adat-budaya Manggarai. Termasuk arti filosofis dari “kapu manuk lele tuak” untuk perolehan tanah ulayat di sini. (red)

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *