Indria Febriansyah: Urgensi Evaluasi Komisaris BUMN dalam Rangka Penataan Tata Kelola dan Penguatan Mandat Rakyat

Berita, Nasional16 Views
banner 468x60

 

Kitabaru.com

banner 336x280

Abstrak

Penunjukan komisaris pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan elemen krusial dalam struktur tata kelola perusahaan negara. Komisaris memiliki fungsi strategis sebagai pengawas kinerja direksi, penjamin tata kelola (good corporate governance), serta penjaga arah kebijakan perusahaan agar selaras dengan tujuan pembangunan nasional. Namun, praktik politik transaksional pasca pemilu kerap kali mempengaruhi proses pengisian jabatan komisaris, yang dalam banyak kasus lebih menonjolkan aspek balas jasa politik daripada kompetensi dan integritas.

Permasalahan Tata Kelola dan Fenomena Balas Budi Politik

Kondisi terkini menunjukkan bahwa sejumlah komisaris dan pejabat BUMN berasal dari partai politik koalisi atau memiliki relasi kekerabatan dengan tokoh kekuasaan. Penempatan yang sarat dengan kepentingan politik ini menimbulkan berbagai persoalan:

1. Rendahnya Independensi dan Profesionalisme
Banyak pejabat BUMN yang ditempatkan bukan karena kapabilitas teknokratiknya, tetapi karena loyalitas politik atau hubungan keluarga. Contoh nyata dapat ditemukan dalam sejumlah nama berikut:

Bagaskara Ikhlasulla Arif, keponakan Presiden Jokowi, menjabat sebagai Manager Non-Government Relations di Pertamina.

Joko Priyambodo, menantu Hakim Konstitusi Anwar Usman (adik ipar Jokowi), menjabat sebagai Direktur Pemasaran dan Operasi di PT Patra Logistik, anak usaha Pertamina.

Tsamara Amany Alatas, mantan politisi PSI yang ditunjuk sebagai Komisaris Independen di PT Perkebunan Nusantara (PTPN).

Sigit Widyawan, suami sepupu Presiden Jokowi, menjabat Komisaris Independen di Bank Negara Indonesia (BNI) sejak 2018.

Siti Zahra Aghnia, istri dari Ketua TKN Pemilih Muda (TKN Fanta) Muhammad Arief Rosyid Hasan.

Condro Kirono, mantan Kapolda Jawa Tengah sekaligus Wakil Ketua TKN, diangkat menjadi Komisaris Independen di Pertamina.

Grace Natalie, mantan Wakil Ketua Dewan Pembina PSI dan petinggi TKN Prabowo-Gibran, diangkat menjadi Komisaris di PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID).

2. Ketimpangan Representasi Militan Pendukung dan Relawan Sejati
Dalam konteks pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, kelompok relawan militan yang berjuang dari awal justru merasa tersingkir. Sementara itu, tokoh-tokoh dari partai koalisi, bahkan yang baru “boarding” menjelang kontestasi, kini mendapatkan posisi empuk di BUMN. Kondisi ini menciptakan jarak psikologis antara basis pendukung rakyat dan elit kekuasaan.

3. Pengabaian Prinsip Meritokrasi dan GCG
Penempatan jabatan strategis berdasarkan loyalitas personal melemahkan prinsip meritokrasi dan tata kelola perusahaan yang sehat (GCG). Hal ini berisiko memperburuk kinerja BUMN serta menciptakan ruang konflik kepentingan.

Telaah Politik Publik dan Konstitusional

Presiden sebagai kepala pemerintahan memiliki legitimasi penuh untuk menata ulang struktur BUMN. Evaluasi terhadap para komisaris tidak hanya relevan dalam konteks efisiensi dan akuntabilitas, tetapi juga sebagai langkah strategis untuk menjaga integritas kepemimpinan nasional dari tekanan oligarki politik dan kroniisme.

Langkah ini juga penting untuk mencegah pembajakan terhadap agenda-agenda kerakyatan oleh elite yang hanya loyal kepada kekuasaan semu. Relawan-relawan yang selama ini menjadi motor penggerak di akar rumput harus diberi ruang partisipasi, bukan justru dimarjinalkan oleh elit-elit koalisi.

Kesimpulan dan Rekomendasi

BUMN adalah alat strategis negara untuk mendorong kedaulatan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Jabatan komisaris bukanlah hadiah politik, melainkan amanah profesional yang harus diemban oleh individu yang kompeten, berintegritas, dan memiliki komitmen terhadap kepentingan nasional.

Presiden Prabowo Subianto perlu:

1. Melakukan audit menyeluruh terhadap latar belakang dan kinerja komisaris BUMN saat ini;

2. Menyusun sistem rekrutmen berbasis meritokrasi dan kebutuhan strategis BUMN, bukan berdasarkan relasi politik;

3. Memberi ruang lebih besar kepada kalangan profesional non-partisan, akademisi, dan relawan akar rumput yang memiliki kapasitas dan komitmen;

4. Menjauhkan BUMN dari dominasi kekuasaan politik keluarga atau kroni yang melemahkan independensi lembaga negara.

Hanya dengan keberanian politik untuk mengevaluasi struktur oligarkis ini, Presiden dapat menjaga kebebasan bertindaknya dalam mengarahkan BUMN sebagai instrumen pembangunan nasional yang adil, berdaulat, dan berpihak pada rakyat banyak. (red)

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *