Kitabaru.com, Jakarta – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dinilai berhasil mematahkan apa yang disebut sebagai “teori ikan dan semut” dalam politik Indonesia. Teori tersebut menggambarkan siklus kekuasaan yang saling memangsa: ketika air naik ikan memakan semut, dan saat air surut semut berganti memangsa ikan. Analogi ini kerap dipakai untuk melukiskan hubungan antarpartai, di mana partai berkuasa menutup akses bagi oposisi, dan sebaliknya.
Namun sejak awal pemerintahannya, Presiden Prabowo menunjukkan politik persatuan. Dalam susunan kabinet maupun komunikasi politik, ia merangkul seluruh kekuatan, baik yang berada di dalam maupun di luar koalisi.
“Presiden tidak menindas partai manapun. Semua dihargai, diajak bekerja sama, dengan satu tujuan: membangun bangsa,” ujar Danang Wicaksana Sulistya Anggota DPR RI yang juga anggota Banggar pengamat politik di Jakarta, Jumat (16/8).
Politik Persatuan Tanpa Lindungi yang Bersalah
Sikap inklusif itu tidak berarti melindungi pihak yang bersalah. Presiden Prabowo berulang kali menegaskan bahwa korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan kebijakan yang tidak pro-rakyat adalah musuh bersama.
“Ini bukan soal mendiskreditkan kelompok tertentu, tetapi tentang komitmen untuk berbakti kepada rakyat dan menyejahterakan bangsa,” tambah sumber itu.
Harapan dari Relawan
Di sisi lain, relawan Prabowo juga menyampaikan harapan agar dalam pembagian amanah di pemerintahan, unsur relawan yang berada di luar partai mendapat prioritas.
“Kalau untuk relawan dari partai politik, cukup diwakilkan oleh partainya masing-masing. Tapi untuk unsur relawan Prabowo yang independen, kami berharap bisa mendapat tempat yang layak agar benar-benar bisa berkontribusi membangun bangsa,” ujar Indria Febriansyah, Sekretaris Jenderal Ikatan Relawan Prabowo se-Indonesia, yang juga Ketua Umum Kabeh Sedulur Tamansiswa Indonesia.
Analisis Politik
Pendekatan ini dinilai sejalan dengan teori inclusive governance atau pemerintahan inklusif, yang mengedepankan kolaborasi lintas kelompok demi kepentingan publik. Politik persatuan ala Prabowo dipandang sebagai koreksi atas praktik demokrasi transaksional yang kerap menimbulkan polarisasi.
Dengan menjadikan koruptor dan anti-rakyat sebagai musuh bersama, Presiden Prabowo membangun garis pemisah baru yang tidak berbasis partai, melainkan berbasis integritas dan pengabdian pada rakyat. (red)