Manggarai Barat – Melalui kuasa hukum Indra Triantoro, SH, MH, Jon Kadis, SH dan Irjen Pol ( P) Drs I Wayan Sukawinaya M.Si sebagai Ketua Penasehat Hukum, 7 orang warga Kerangan, Labuhan Bajo, Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) akan melaporkan kelompok mafia tanah yang telah merampas tanah mereka. 7 warga tersebut akan melaporkan terduga H. Ramang Ishaka, Muhamad Syair, Niko Naput, Santoso Kadiman, PT Mahanaim Group (Ika Yunita) ke kepolisian.
7 warga tersebut yang tanahnya dirampas diantaranya, ahli waris (alm) H. Adam Djuje,, Zoelkarnain, Mustaram, Abdul Haji, Usman Umar, Lambertus Paji dan Muhamad Hatta Usman.
Menurut salah seorang kuasa hukum 7 warga tersebut, Indra Triantoro, SH., menjelaskan, kronologis tanah milik 7 orang di Kerangan, Labuan Bajo, Manggarai Barat pada 1992 memperoleh tanah dari Fungsionaris Ulayat. Selanjutnya pada 2012 diajukan proses pensertifikatan tanah di BPN, namun mendapat hadangan dari Nikolaus Naput.
“Pada 2013 ada rapat tetua masyarakat adat Nggorang, dalam hal ini H. Ramang dan Muhamad Syair sudah tidak punya hak lagi untuk ‘menyerahkan tanah adat’, karena semua sudah dibagi. Dimana ada rapat tetua adat di Labuan Bajo, menghasilkan surat pernyataan kedaulatan adat Nggorang, yang isinya semua tanah ulayat sudah dibagi oleh alm. H. Ishaka,” kata Indra sapaan akrabnya, Rabu (9/4/2025) di Labuan Bajo, Manggarai Barat.
Kemudian kata dia, bagi penerima tanah yang mau memperoleh surat keterangan perolehan hak, dipersilahkan menghubungi kuasa Penata tanah yang telah dipilih saat H. Ishaka masih hidup. Diantaranya , yaitu Abubakar Djuje, Latif dan Dance Turuk, sesuai wilayah masing-masing.
Sementara itu H. Ramang Ishaka dan Muhamad Syair juga tandatangan surat bermeterai yang mengeluarkan surat
pengukuhan perolehan tanah. Dimana sudah dibagi atau tidak mengeluarkan surat perolehan hak atas tanah karena semua tanah sudah dibagi.
“Pada Januari 2024 ada PPJB tanah 40 hektare, penjual Niko Naput dengan pembelinya Santoso Kadiman. Pengukuran tanah hanya berdasarkan elekronik google map oleh Aryo Juwono suruhan Santoso Kadiman dan John Don Bosco orang suruhan H. Ramang Ishaka,” ungkap Indra.
Selanjutnya kata Indra, pada 2017 ada GU dari dua orang diduga ponakan Niko Naput di atas lokasi 3 ha tanah milik 7 orang. Ada juga 3 SHM di samping bagian barat atas nama Niko Naput dan kedua anaknya.
Pada 23 September 2024 dari laporan hasil pemeriksaan satgas mafia tanah Kejagung RI menyatakan, bahwa 3 SHM atas nama Niko Naput dan kedua anaknya tersebut (red-termasuk 2 SHM atas nama kedua anak Niko Naput di tanah tetangganya, alm.Ibrahim Hanta) cacat yuridis dan cacat administratif alias tidak sah.
“Hal ini karena tidak ada hak asli, alias hanya surat fotocopy dan diduga palsu yaitu surat perolehan hak 10 Maret 1990,” ucap Indra.
Lanjutnya, pada 23 Oktober 2024 ada putusan perkara perdata no.1/2024 PN Labuan Bajo, bahwa surat alas hak 10 Maret 1990 itu tidak ada aslinya di tanah surat 16 ha tersebut dan tumpang tindih juga di atas 3 ha tanah
perolehan 7 orang itu.
Penggugatnya ahli waris alm.Ibrahim Hanta (tanah tetangga 7 org ini) akhirnya menang.
Tergugat-nya anak Niko Naput, Santoso Kadiman dan PT.Mahanaim Group (hotel St Regis).
“Pada 18 Maret 2025 ada putusan banding Pengadilan Tinggi di Kupang menguatkan putusan PN Labuan Bajo. Alasan utamanya adalah surat alas hak 10 Maret 1990 dari Niko Naput (alm) tidak ada aslinya,” terang Indra.
Sementara itu menurut Jon Kadis, SH., pada 2025 pasca putusan banding PT Kupang, 7 orang ini berencana membuat Laporan pidana dan Gugatan Perdata.
Menurutnya kronologis ini ditarik kesimpulan diduga terjadi tindak pidana;
1. Terjadi perbuatan melawan hukum, kejahatan penipuan H. Ramang Ishaka & Muhamad Syair. Pertama, diduga kuat mengeluarkan surat pengukuhan atau keterangan lisan yang mengukuhkan perolehan hak kedua ponakan Niko Naput, saat sidang Panitia di BPN, padahal tanah tersebut tumpang tindih di atas tanah 3 hektar milik 7 orang ini.
Kedua, H. Ramang Ishaka & Muhamad Syair sesungguhnya tidak berhak oleh adanya surat kedaulatan masyarakat adat Nggorang 1 Maret 2013. Perbuatan yang mana ini menyebabkan beralihnya tanah hak milik 7 orang ini kepada pihak lain tanpa alasan hukum.
2. Surat alas hak 10 Maret 1990 Niko Naput tidak ada aslinya. Pelaku pembuat surat yang tidak ada aslinya itu diduga H. Ramang Ishaka, Muhamad Syair, Niko Naput, Santoso Kadiman, PT Mahanaim Group (Ika Yunita).
3. Pelaksana pembuat sertifikat Niko Naput & anak-anaknya 2017 yang hanya berdasarkan fotocopy atau tanpa asli surat 10 Maret 1990 itu adalah oknum karyawan BPN di Labuan Bajo.
“Jadi ada kerjasama melakukan perbuatan melawan hukum bersama: H. Ramang Ishaka & Muhamad Syair (reed-padahal mereka tidak berhak sebagai fungsionaris ulayat), Niko Naput (alm) dan dipertahankan oleh anak-anaknya sekarang ini. Kemudian juga melibatkan para oknum BPN Labuan Bajo yang bertugas bertugas 2016-2017 dan seterusnya,, Santoso Kadiman dan PT Mahanaim Grup (Ika Yunita),” jelas Jon Kadis, SH.
Selanjutnya kata Jon sapaan akrabnya, para 7 keluarga besar korban perampasan tanah 3.1 hektar di Kerangan, Labuan Bajo ini siap memperjuangkan keadilan dan kebenaran sampai titik darah penghabisan. 7 warga korban kejahatan perampasan tanah ini menegaskan, oknum-oknum penjahat mafia tanah ini adalah orang-orang yang juga merampas tanah-tanah di wilayah Kerangan Labuan Bajo bajo.
“Hal ini sudah dibuktikan adanya Pelanggaran Hukum perampasan tanah dan surat-surat Bodong-nya di PN Labuan Bajo, PT Kupang dan Satgas Mafia Tanah Kejaksaan Agung Republik Indonesia,” pungkas Jon.
Berikut Kronologis 3.1 HEKTAR ( MILIK 7 WARGA PEMILIK TANAH ) dan 7 Bukti-Bukti Sah Kepemilikan tanahnya:
1. H. Adam Djuje 75x130m = 9.750
2. Zoelkarnain 75×120 = 9.000
3. Mustaram 27×130 = 3.290
4. Abdul Haji 130×20 = 2.600
5. Usman Umar 130×27 = 3.510
6. Lambertus Paji 75×20 = 1.500
7. Muhamad Hatta Usman 75×20 = 1.500
Total 31.100 m2. (red)