Indria Febriansyah: Hapus Penagihan Utang oleh Pihak Ketiga, Saatnya Regulasi Keuangan Berpihak pada Rakyat Keci
Jakarta – Koordinator Aliansi Masyarakat Pendukung Presiden Prabowo, Indria Febriansyah, menyatakan dukungan penuh terhadap usulan DPR RI agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut aturan yang mengizinkan penggunaan debt collector atau pihak ketiga dalam proses penagihan utang oleh lembaga keuangan.
Menurut Indria, aturan tersebut selama ini menjadi sumber penderitaan masyarakat kecil dan miskin ekstrem yang mendapatkan fasilitas pembiayaan dari lembaga multifinance maupun fintech peer to peer lending (P2P).
“Sebagai perwakilan masyarakat kecil, kami sangat mendukung penghapusan penagihan dari pihak ketiga. Masyarakat miskin yang mengambil pembiayaan justru menderita akibat praktik penagihan yang kejam dan tidak manusiawi,” ujar Indria, yang juga Ketua Umum Kabeh Sedulur Tamansiswa Indonesia (KSTI), dalam pernyataannya, Sabtu (11/10/2025).
Ia menjelaskan, tekanan terhadap debitur dimulai bahkan sebelum jatuh tempo. Dari tujuh hari sebelum tenggat pembayaran, masyarakat sudah terus-menerus diingatkan melalui telepon setiap hari hingga lewat 30 hari setelah jatuh tempo.
“Setelah itu, masyarakat akan terus didatangi ke rumah, diteror, dan ditagih secara kasar,” jelasnya.
Indria menambahkan, penderitaan masyarakat tidak berhenti setelah piutang dihapus-bukukan (write off) oleh perusahaan. Data kredit macet mereka tetap beredar dan dialihkan dari satu perusahaan penagihan ke perusahaan lain, seolah menjadi “beban seumur hidup” bagi rakyat kecil.
“Write off bukan berarti bebas. Catatan keuangan mereka tetap membayangi seumur hidup, membuat masyarakat miskin sulit mengakses permodalan di masa depan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Indria menilai OJK saat ini cenderung berpihak pada sistem keuangan kapitalistik global, bukan pada kepentingan rakyat.
“Komisioner OJK bukanlah perwakilan pemerintah, melainkan representasi dari kepentingan bankir dan sistem kapitalis global. Akibatnya, masyarakat menengah ke bawah tetap terperangkap dalam kemiskinan struktural, tanpa akses ke permodalan produktif dan kreatif,” ujarnya.
Indria kemudian menyinggung visi ekonomi Presiden Prabowo Subianto yang berakar pada ajaran Sumitroisme, yang menekankan pembangunan nasional berbasis kemandirian rakyat dan pemerataan ekonomi.
“Jika kita menganalisa arah pemerintahan saat ini, dengan konsep ekonomi Sumitroisme, maka praktik seperti ini harus dihapus. Regulasi perbankan harus kembali menguntungkan rakyat. Pemerintah harus hadir melindungi seluruh warga negara sebagaimana amanat konstitusi,” tambahnya.
Sebagai bangsa timur, lanjut Indria, nilai budaya dan kearifan lokal seharusnya dimasukkan ke dalam regulasi keuangan nasional.
“Dalam budaya Nusantara, setiap bapak, setiap keluarga, selalu memberi kesempatan kedua, bahkan tanpa batas, untuk memaafkan kesalahan. Pemerintah pun harusnya bersikap demikian kepada rakyatnya,” tutur Indria.
Menurutnya, tidak semua masyarakat yang gagal membayar utang adalah penipu atau pengemplang. Banyak di antara mereka yang jatuh miskin karena bangkrut, kehilangan pekerjaan, atau tidak memiliki penghasilan akibat kebijakan ekonomi yang timpang.
“Kebangkrutan usaha rakyat kecil adalah akibat persaingan pasar kapitalis modern, di mana pemodal besar mencaplok pengusaha kecil dan memonopoli distribusi. Ketiadaan lapangan kerja adalah kegagalan pemerintah menciptakan investasi produktif, sementara ekspor sumber daya alam tanpa hilirisasi hanya memperkaya pihak asing,” tegasnya.
Indria juga menyoroti bahwa ketimpangan ekonomi yang terjadi sejak era reformasi telah menutup akses kesejahteraan bagi rakyat kecil.
“Kalau reformasi hanya mampu mengkapitalisasi seluruh sendi kehidupan rakyat, sudah seharusnya kini kita kembali ke ruh perjuangan bangsa — memperjuangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” ujarnya dengan tegas.
Ia menutup pernyataannya dengan optimisme terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Bangsa ini sempat tidak beraturan setelah sepuluh tahun pemerintahan terakhir yang ditutup oleh badai Covid-19. Korupsi sudah merasuki urat nadi birokrasi. Tapi walau berat tantangannya, kami bersama rakyat Indonesia akan terus mendukung pemerintahan Presiden Prabowo dalam melawan segala bentuk kejahatan luar biasa — baik korupsi maupun narkotika,” pungkasnya.