Kitabaru.com – Dalam dinamika demokrasi, perbedaan pendapat adalah hal yang lumrah. Setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pasti menuai respons dari berbagai pihak, baik dukungan maupun kritik. Namun, bagaimana cara terbaik menyampaikan aspirasi? Apakah turun ke jalan dalam bentuk demonstrasi masih menjadi satu-satunya pilihan?
Gus Har menegaskan bahwa dalam era keterbukaan saat ini, aspirasi rakyat tidak harus disampaikan melalui aksi demonstrasi. Ia mengajak masyarakat untuk mengedepankan dialog dengan pemerintah dan pemangku kepentingan sebagai solusi yang lebih konstruktif dan efektif.
Menyikapi Revisi UU TNI dengan Bijak
Salah satu isu yang saat ini menjadi perbincangan publik adalah revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang baru disahkan oleh DPR pada 20 Maret 2025. Perubahan dalam undang-undang ini mencakup beberapa poin utama, seperti :
-Perluasan jabatan bagi prajurit aktif di kementerian/lembaga
-Penyesuaian usia pensiun bagi anggota TNI
-Penguatan peran TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP)
Sejumlah kelompok masyarakat merespons revisi ini dengan berencana menggelar aksi demonstrasi. Namun, menurut Gus Har, langkah tersebut tidak diperlukan.
“Dalam negara demokrasi, setiap kebijakan yang disahkan tentu sudah melalui pembahasan panjang. Jika ada pihak yang merasa keberatan, mari kita gunakan jalur yang lebih bijak, seperti dialog langsung dengan pemerintah atau menempuh jalur hukum melalui judicial review,” ujar Gus Har.
Demonstrasi atau Dialog?
Demonstrasi memang sah dalam sistem demokrasi, tetapi Gus Har mengingatkan bahwa aksi turun ke jalan sering kali memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan, seperti potensi bentrokan, gangguan ketertiban umum, hingga penyebaran informasi yang tidak akurat. Sebaliknya, berdialog secara langsung dengan pihak terkait bisa memberikan solusi yang lebih konkret.
“Pemerintah selalu terbuka untuk mendengarkan aspirasi rakyat. Yang terpenting adalah bagaimana kita menyampaikannya dengan cara yang baik. Jika ada hal yang perlu dikritisi, mari kita bahas dengan kepala dingin, tanpa harus mengorbankan ketertiban dan persatuan,” tegasnya.
Gus Har juga menekankan bahwa berbagai jalur resmi sudah tersedia bagi masyarakat yang ingin menyampaikan keberatan terhadap kebijakan pemerintah, termasuk melalui DPR, lembaga hukum, maupun forum-forum diskusi yang lebih produktif.
Mengedepankan Musyawarah untuk Kepentingan Bangsa
Lebih dari sekadar menyikapi revisi UU TNI, ajakan Gus Har ini mencerminkan pentingnya budaya musyawarah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan persatuan, setiap perbedaan pendapat seharusnya bisa diselesaikan dengan cara yang lebih elegan dan solutif.
Pada akhirnya, baik pemerintah maupun masyarakat memiliki tanggung jawab bersama untuk menjaga stabilitas nasional. Dengan membangun komunikasi yang sehat dan terbuka, aspirasi rakyat tetap dapat tersampaikan tanpa harus menimbulkan gejolak yang merugikan banyak pihak.
Artikel: Gus Har