Ahlul Bait Menurut Pandangan Ilmu Tasawuf Syathariyah

Agama95 Views
banner 468x60

Kitabaru.com – Dari sumber kajian Ilmu Tasawuf Syathariyah memiliki definisi yang lain tentang Ahlul Bait. Ahli baitnya Nabi Muhammad SAW adalah yang mengetahui secara persis segala hal tentang apa yang ada di dalam dadanya Nabi Muhammad SAW, utamanya hubungannya dengan keberadaan Diri-Nya Tuhan Yang Al Ghaib, yang juga selalu diingat-ingat, dihayati dan dirasakan dalam hatinurani, roh dan rasanya Nabi Muhammad Saw dalam melakukan apa saja, dimana saja dan sedang apa saja.

Menurut pandangan ini, Ahlul-Bait tidak sebatas keluarga darah daging, akan tetapi lebih bermakna keluarga rohani yang mengacu pada kondisi spiritual manusia, merujuk pada kedekatan dan bagaimana seseorang menempatkan Tuhan di dalam hatinya. Juga tidak sebatas pada periode ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup. Ahlul-Bait sebagai perahu Nabi Nuh ada terus di setiap zaman. Merupakan sekumpulan jamaah yang memiliki Ilmu Inti Kenabian, yang tak pernah berubah sejak Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW, bahkan hingga nanti akhir zaman. Pemimpin dari Ahlul-bait adalah Imam Mahdi.

banner 336x280

Karena itu Al Mahdi ini adalah mata rantai yang gilir gumanti (jasadnya) dan sama sekali tidak pernah putus (silsilahnya), mengalir dari dalam dadanya Nabi Muhammad SAW dengan Kalamullah (Al Qur’an) sebagai obor yang memadangi (menerangi) tugas dan fungsinya sebagai yang ditugasi Ilahi meneruskan kerasulannya.

Keterangan di atas sejalan dengan Sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Al Hakim dan Adz Dzahabi:

Bersabda Rasulullah SAW: “Aku adalah kotanya ilmu dan kamu Ya Ali adalah pintunya. Dan janganlah masuk kota kecuali dengan lewat pintunya. Berdustalah orang yang mengatakan cinta kepadaku tetapi membenci kamu, karena kamu adalah bagian dariku, dan aku adalah bagian dari kamu. Dagingmu adalah rahasiaku, penjelasanmu adalah penjelasanku. Berbahagialah orang yang patuh kepadamu dan celakalah orang yang menolakmu. Beruntunglah orang yang mencintaimu dan merugilah orang yang memusuhimu. Sejahteralah orang yang mengikutimu dan binasalah orang berpaling darimu.

Kamu dan para iman dari anak keturunanmu sesudahku ibarat perahu Nabi Nuh: siapa yang naik di atasnya selamat dan siapa yang menolak (tidak naik) akan tenggelam. Kamu semua seperti bintang; setiap kali bintang itu tenggelam, terbit lagi bintang sampai hari kiyamat”.

“Kullu maa ghaaba najmun thala’a najmun ila yaumil-kiyaamah”. Setiap kali bintang itu tenggelam maka terbit lagi bintang hingga sampai kiyamat.

Kalimat terbit menggunakan fi’il madhi (thala’a). Maksudnya antara bintang sebelum dan sesudahnya (antara guru sebelumnya dan yang dikehendaki Ilahi sebagai penerus tugas dan fungsinya) itu tidak hanya kenal. Tidak hanya sebagaimana hubungan guru dan muridnya akan tetapi atas kehendak dan Ijin-Nya digulawentah sedemikian rupa sehingga sekiranya ditinggal mati telah benar-benar siap menerima pelimpahan. Begitulah sejak Nabi Muhammad SAW yang mempersiapkan Sayidina Ali bin Abu Thalib Ra. Kemudian melimpahkan wewenang kepadanya sebagai wakil yang meneruskan tugas dan fungsi kerasulannya.

Firman Allah yang berkaitan dengan perihal di atas adalah sebagaimana dalam QS. Al Maidah 67:

“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu berarti) kamu tidak menyampaikan amanah-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang tidak percaya (terhadap adanya penerusan tugas dan fungsi kerasulan ini)”.

(K.H.Mohammad Munawwar Afandi, Apabila Daabbah Telah Dikeluarkan dan Diberdayakan Tuhan, Maka Akibat Nyata (Azab) Pasti Ditimpakan Mereka Yang Tidak Mengenal Diri-Nya Tuhan, Tanjung, Oktober 1997, hal. 8 – 9)

Sumber: Wikipedia.

banner 336x280

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *