Rektorat UST Dinilai Salah Kaprah dalam Logika Organisasi, Mahasiswa Pertanyakan Tata Kelola Koordinasi
Yogyakarta, 19 Agustus 2025 – Undangan resmi yang dikeluarkan Rektorat Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) untuk Rapat Koordinasi dengan Yayasan Sarjanawiyata Tamansiswa memantik sorotan tajam dari kalangan mahasiswa. Pasalnya, surat undangan bernomor 500/UST/Rek/VIII/2025 yang ditandatangani Rektor UST, Prof. Drs. H. Pardimin, M.Pd., Ph.D., memuat daftar undangan tidak hanya BEM Universitas, tetapi juga BEM fakultas dan seluruh ketua Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Secara birokrasi organisasi kampus, pola undangan tersebut dinilai janggal. Menurut mahasiswa, koordinasi antara rektorat dan organisasi kemahasiswaan seharusnya mengikuti logika jenjang struktural organisasi, di mana BEM Universitas merupakan representasi mahasiswa di tingkat universitas.
“Kalau rektorat ingin berkoordinasi dengan mahasiswa di level universitas, cukup undang BEM UST. BEM fakultas dan UKM berada di bawah koordinasi BEM Universitas. Undangan langsung dari rektorat ke semua unit sama saja melangkahi struktur organisasi yang sudah ada,” ujar salah satu pengurus BEM UST.
Kesalahan Logika Organisasi
Dalam teori organisasi, struktur dan alur koordinasi penting untuk menjaga efektivitas manajemen. Menurut Henri Fayol (1916), prinsip scalar chain atau rantai komando harus dihormati agar jalur komunikasi berjalan efektif, menghindari tumpang tindih, dan menjaga kejelasan tanggung jawab.
Dengan kata lain, koordinasi universitas → mahasiswa idealnya berlangsung antara rektorat dengan BEM Universitas. Sedangkan koordinasi di tingkat fakultas → mahasiswa dilakukan dekanat dengan BEM Fakultas masing-masing. Begitu pula UKM berada di bawah pembinaan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, namun secara operasional dikoordinasikan oleh BEM Universitas.
Praktik yang dilakukan rektorat UST dengan mengundang langsung seluruh BEM fakultas dan UKM dalam forum koordinasi universitas, dinilai menunjukkan lemahnya pemahaman terhadap teori organisasi.
Minim Pengalaman Organisasi
Sejumlah mahasiswa menilai, kesalahan logika organisasi ini terjadi karena minimnya pengalaman organisasi pejabat rektorat yang membidangi kemahasiswaan. “Seharusnya Wakil Rektor III paham bahwa mahasiswa punya hirarki organisasi yang jelas. Kalau koordinasi dilaksanakan tanpa memperhatikan struktur, yang terjadi justru kebingungan dan benturan antarorganisasi,” tambah salah satu aktivis mahasiswa.
Implikasi Akademis
Secara akademis, praktik yang melompati rantai komando dapat mengakibatkan:
1. Tumpang tindih kewenangan antara BEM Universitas, BEM Fakultas, dan UKM.
2. Disorientasi peran organisasi mahasiswa, karena UKM maupun BEM Fakultas diposisikan setara dengan BEM Universitas.
3. Konflik internal antarorganisasi mahasiswa akibat hilangnya garis koordinasi yang jelas.
Dosen administrasi publik Universitas Gadjah Mada, Prof. Agus Dwiyanto (2005), menekankan pentingnya konsistensi tata kelola organisasi untuk menjamin akuntabilitas. Jika prinsip koordinasi tidak dijalankan, organisasi berpotensi mengalami krisis legitimasi dan tidak dipercaya oleh anggotanya.
Perlu Pembenahan Tata Kelola
Fenomena di UST ini menambah panjang catatan persoalan tata kelola kampus, mulai dari isu dugaan penyalahgunaan anggaran, pemalsuan dokumen, hingga kelemahan manajemen organisasi. Para mahasiswa menilai, perbaikan mendesak dibutuhkan, khususnya dalam meningkatkan kapasitas pejabat kemahasiswaan agar lebih memahami teori dan praktik organisasi kampus.
“Ini bukan sekadar masalah teknis undangan. Ini menunjukkan bagaimana tata kelola mahasiswa tidak dipahami secara struktural. Kalau tidak segera diperbaiki, organisasi kampus bisa berjalan kacau,” pungkas salah seorang pengurus BEM. (red)